Indonesia adalah negara yang mayoritas masyarakatnya beragama islam, tidak heran jika Indonesia dikatakan negara Islam, bahkan undang-undang, pedoman, dan tujuan negara indonesia benafaskan islam.
Hampir semua elemen bangsa dan organisasi besar keagamaan di Indonesia telah sepakat bahwa kedudukan Pancasila sebagai dasar negara sudah final. Pancasila tidak perlu dipermasalahkan karena sudah selesai.Hanya saja perlu dijaga agar tidak terjadi dominasi kelompok di dalamnya, dan bersatu dalam pengamalannya daripada berpecah-belah dalam usaha mengusut siapa-siapa perumusnya.
Asad Ali berpandangan, kalangan ulama di Indonesia sesungguhnya tidak lagi mempersoalkan Pancasila sebagai dasar negara. Menurutnya, keberadaan Pancasila sebagai falsafah negara tidak bertentangan dengan Islam.
Namun dia berharap agar Pancasila dalam perjalanan sejarahnya tidak didominasi oleh orang-orang sekuler, sehingga dapat mencegah radikalisme agama.
Mahfudz Siddiq berpandangan Pancasila sebagai dasar negara sudah selesai. Ia berpandangan Pancasila telah menjadi simpul bersama dalam menerima keberagaman di Indonesia.
Sementara Zalnut Tauhid Saadi berharap agar penafsiran Pancasila Jangan dimonopoli oleh kalangan tertentu semata. Ia juga berpandangan sebaiknya Pancasila dijadikan sebagai idiologi terbuka.
Ia kemudian mengutip tulisan Nugroho Notosusanto dalam bukunya “Naskah Proklamasi yang Otentik, dan Rumusan Pancasila yang Otentik” (1978) yang antara lain menulis
“Kiranya tidak perlu lahimya Pancasila itu kita kaitkan kepada seorang tokoh secara mutlak. Karena lahirnya suatu gagasan sebagai suatu yang abstrak memang tidak mudah ditentukan dengan tajam. Yang dapat kita pastikan adalah saat pengesahan formal dan resmi daripada sesuatu dokumen. Lebih baik kita bersatu dalam pengalaman Pancasila yang sah dan otentik daripada berpecah-belah di dalam usaha mengusut siapa-siapa peru-mus-perumusnya”.
Hampir semua elemen bangsa dan organisasi besar keagamaan di Indonesia telah sepakat bahwa kedudukan Pancasila sebagai dasar negara sudah final. Pancasila tidak perlu dipermasalahkan karena sudah selesai.Hanya saja perlu dijaga agar tidak terjadi dominasi kelompok di dalamnya, dan bersatu dalam pengamalannya daripada berpecah-belah dalam usaha mengusut siapa-siapa perumusnya.
Asad Ali berpandangan, kalangan ulama di Indonesia sesungguhnya tidak lagi mempersoalkan Pancasila sebagai dasar negara. Menurutnya, keberadaan Pancasila sebagai falsafah negara tidak bertentangan dengan Islam.
Namun dia berharap agar Pancasila dalam perjalanan sejarahnya tidak didominasi oleh orang-orang sekuler, sehingga dapat mencegah radikalisme agama.
Mahfudz Siddiq berpandangan Pancasila sebagai dasar negara sudah selesai. Ia berpandangan Pancasila telah menjadi simpul bersama dalam menerima keberagaman di Indonesia.
Sementara Zalnut Tauhid Saadi berharap agar penafsiran Pancasila Jangan dimonopoli oleh kalangan tertentu semata. Ia juga berpandangan sebaiknya Pancasila dijadikan sebagai idiologi terbuka.
Ia kemudian mengutip tulisan Nugroho Notosusanto dalam bukunya “Naskah Proklamasi yang Otentik, dan Rumusan Pancasila yang Otentik” (1978) yang antara lain menulis
“Kiranya tidak perlu lahimya Pancasila itu kita kaitkan kepada seorang tokoh secara mutlak. Karena lahirnya suatu gagasan sebagai suatu yang abstrak memang tidak mudah ditentukan dengan tajam. Yang dapat kita pastikan adalah saat pengesahan formal dan resmi daripada sesuatu dokumen. Lebih baik kita bersatu dalam pengalaman Pancasila yang sah dan otentik daripada berpecah-belah di dalam usaha mengusut siapa-siapa peru-mus-perumusnya”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar